Utama Bilik (08) Riyadhus Solihin Hadis 65 : Muhasabah Kisah Si Sopak Dan Si Botak Yang Tamak...

Hadis 65 : Muhasabah Kisah Si Sopak Dan Si Botak Yang Tamak Serta Si Buta Yang Bersyukur

1608
0
Iklan

65.  Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:

“Sesungguhnya ada tiga orang dari kaum Bani Israil, iaitu orang sopak – yakni belang-belang kulitnya, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian mengutus seorang malaikat kepada mereka. Ia mendatangi orang sopak lalu berkata: “Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang sopak berkata: “Warna yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran-kotoran itu dari tubuhnya dan dikurniai -oleh Allah Ta’ala – warna yang baik dan kulit yang bagus. Malaikat itu berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Orang itu menjawab: “Unta.” Atau katanya: “Lembu,” yang merawikan Hadis ini sangsi – apakah unta ataukah lembu. Ia lalu dikurniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata: “Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini.”

Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: “Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang botak berkata: “Rambut yang bagus dan lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikurnia rambut yang bagus. Malaikat berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia berkata: “Lembu.” la pun lalu dikurnia lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: “Semoga Allah memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini.”

Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: “Keadaan bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang buta menjawab: “Iaitu hendaknya Allah mengembalikan penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang.” Malaikat lalu mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya. Malaikat berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia menjawab: “Kambing.” la pun dikurnia kambing yang bunting – hampir beranak.

Yang dua ini – unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini – kambing – juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang – yang sopak – mempunyai selembah penuh unta dan yang satunya lagi – yang botak – mempunyai selembah lembu dan yang lainnya lagi – yang buta – mempunyai selembah kambing.

Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang – yang asalnya – sopak dalam rupa seperti orang sopak itu dahulu keadannya – yakni berpakaian serba buruk – dan berkata: “Saya adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperolehi rezeki bagiku dalam berpergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolongan mu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang telah mengurniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam berpergianku ini – untuk sekadar bekal perjalanannya.” Orang sopak itu menjawab: “Keperluan-keperluanku masih banyak sekali.” Jadi enggan memberikan sedekah padanya. Malaikat itu berkata lagi: “Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu seorang yang berpenyakit sopak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu seorang fakir, kemudian Allah mengurniakan harta padamu?” Orang supak dahulu itu menjawab: “Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan mereka pun dari nenek-moyangnya pula.” Malaikat berkata pula: “Jikalau engkau berdusta dalam pendakwaanmu – huraianmu yang menyebutkan bahawa harta itu adalah berasal dari warisan, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula.

Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang – yang asalnya -botak, dalam rupa – seperti orang botak dulu – dan keadaannya -yang hina dina, kemudian berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada orang sopak dan orang botak itu menolak permintaannya seperti halnya orang sopak itu pula. Akhirnya malaikat itu berkata: “Jikalau engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana keadaanmu semula.”

Seterusnya malaikat itu mendatangi orang – yang asalnya – buta dalam rupanya – seperti orang buta itu dahulu – serta keadaannya – yang menyedihkan, kemudian ia berkata: “Saya adalah orang miskin dan anak jalan – maksudnya sedang bepergian dan kehabisan bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam berpergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu iaitu seekor kambing yang dapat saya gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam berpergian ini.” Orang buta dahulu itu berkata: “Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat kesukaran padamu – kerana tidak meluluskan permintaanmu -pada hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil kerana mengharapkan keredhaan Allah ‘Azzawajalla.”

Malaikat itu lalu berkata: “Tahanlah hartamu – ertinya tidak diambil sedikitpun, sebab sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meredhai dirimu dan memurkai pada dua orang sahabatmu – yakni si supak dan si botak.” [8]  (Muttafaq alaih)

Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang ertinya: “Aku tidak akan membuat kesukaran padamu”, itu diganti: La ahmaduka,ertinya: “Aku tidak memujimu – menyesali diriku – sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan kerana engkau memerlukannya.” [9]

Catatan Kaki:

[8] Sabdanya Nabi s.a.w. An-naaqatut ‘usyara, dengan dhammahnya ‘ain dan fathahnya syin serta dengan mad (yakni dibaca panjang dengan diberi hamzah di belakang alif), artinya: bunting. Sabdanya Antaja dalam riwayat lain berbunyi Fanataja, artinya: Menguasai di waktu keluarnya anak unta. Natij bagi unta adalah sama halnya dengan Qabilah bagi wanita. Jadi natij, artinya penolong unta betina waktu beranak, sedang qabilah, artinya penolong wanita waktu melahirkan atau biasa dinamakan bidan. Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang.

Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-‘at biyal hibaalu, yaitu dengan ha’ muhmalah (tanpa bertitik) dan ba’ muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudah terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku).

[9] Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: “Laisa ‘alaatbuulil hayaati nadamun,” artinya: Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.

Komen dan Soalan